Dunia Bahagia Akhirat Syurga,
sebuah kata motivasi yang singkat namun sangat bermakna bagiku, kata-kata yang
terangkai indah yang ingin selalu ku tanamkan di dalam jiwaku. Jiwa yang penuh
semangat dan InsyaAllah akan terus bersemangat bersama ayunan tangan
menggoreskan sebuah lukisan pelangi. Pelangi kehidupan penuh makna, Pelangi
kehidupan yang penuh cerita, Pelangi kehidupan yang mebawa kepada kebahagiaan.
Suka, duka, sedih, galau, bahagia senang, ceria, kebersamaan, kesendirian, dan
semangat terangkum bak pelangi, Lukisan Pelangi.
24 April 2011 kurang lebih
pukul 05.15 WIB handphone (HP) ku berbunyi, aku yang ketika itu baru sampai di
kos setelah menunaikan sholat subuh di masjid dekat kos segera meraih HP dan
mengangkat telpon yang ternyata dari kak Eko Hepronis, Ketua Umum WAKI FISIP
Unsri saat itu, beliau mengatakan agar lebih pagi berangkat menuju lokasi Acara
dan mampir terlebih dahulu ke kosan beliau.
WAKI? Acara? ya, WAKI atau
kepanjangannya Wahana Kerohanian Islam adalah nama dari Lembaga Dakwah tingkat
Fakultas yang berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sriwijaya. hari itu ada acara penting bagi WAKI pun acara yang
merupakan sebuah sejarah bagi ku. hari itu Syuro’ Akbar (SA) WAKI atau nama
lain dari Musyawarah Besar untuk memilih Ketua Umum WAKI berikutnya.
Singkat cerita, aku dan kak
Eko sudah berada di lokasi acara yaitu Aula Panti Sosial Dharmapala Indralaya,
Ogan Ilir. Disana baru kami berdua yang sampai. Lalu kami menyiapkan hal-hal
yang perlu disiapkan, salah satunya memasang spanduk (SA).
Beberapa jam berselang acara
pun dimulai. Acara yang dikemas bak Sidang Paripurna DPR yang berjalan begitu
alot, menimbulkan perdebatan-perdebatan yang cukup panas namun tetap di akhir
setiap perdebatan diberi sebuah pemahaman dan pembelajaran dari kakak-kakak
senior yang hadir dalam acara tersebut. Hingga akhirnya tibalah acara puncak
yaitu pemilihan Ketua Umum WAKI periode 2011-2012. Dan tak pernah aku sangka,
apalagi aku duga, ketika musyawarah para calon yang ditengahi oleh Ketua Umum
dan Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) menyebutkan namaku sebagai Ketua
Umum.
Aku sungguh tak menyangka,
karna aku merasa siapa aku? Seberapa besar keimananku? Seberapa tinggi
pemahamanku tentang Agama? Seberapa rajin aku sholat? Seberapa banyak hafalan
Ayat Al-Qur’an? Sungguh memalukan jika ku sebutkan, sungguh begitu miris jika
ku katakan. Namun, sepotong ayat yang ku ingat, yang pernah dikatakan oleh Guru
Agama Islamku ketika SMP adalah “Laa
yukallifullohu nafsan illa wusaha...” “Allah tidak akan menguji manusia
diluar batas kemampuannya..”
Tiga hari aku menjadi mash’ul
aku diberi sebuah Tim, Tim yang akan membantuku untuk merumuskan kebijakan, pun
untuk menggawangi WAKI selama kepengurusanku. Bersama Tim inilah aku merasa tak
sendiri dalam menjalankan amanah ini, bersama tim ini juga aku berjalan
melukiskan pelangi kehidupan sang mash’ul.
Satu minggu aku bersama
rekan-rekan timku berhasil merumuskan Visi, Misi, dan Struktur Pengurusan WAKI.
Selama seminggu itupun aku mulai belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang
benar-benar pemimpin. Pemimpin yang tak hanya soal memimpin, namun pemimpin
yang Ruhiyahnya pun mampu untuk diteladani jundi-jundinya.
Setelah dilantik, mulailah
aku melukis pelangi, pelangi kehidupan yang berwarna dan penuh arti serta
pembelajaran. Beberapa hari kemudian kami berkunjung ke Dekan FISIP Unsri,
disanalah pengalaman pertamaku memimpin rekan-rekan pengurus untuk berhadapan
langsung dengan orang Nomor 1 di FISIP Unsri. Gugup, gemetar, keringat dingin,
ucapan yang terbata-bata mewarnai pertemuan itu, beruntung Ibu Dekan pun bisa
untuk memakluminya, justru membimbing dan memberikan masukan untuk jalannya
WAKI kedepan, serta Ibu dekan pun bersedia mendukung seluruh agenda dan acara
WAKI kedepan. Pertemuan itupun penuh canda tawa keakraban bak Ibu dan
Anak-anaknya.
Ada lagi cerita indah yang
tersirat di benak, ketika bersama rekan-rekan WAKI berkunjung Ke Panti Jompo
Indralaya. Disana kami bertemu dengan kakek-kakek dan nenek-nenek yang
dititipkan disana. Namun, aku sangat merasakan sesuatu yang memilukan ketika ku
tahu ternyata ada yang beda antara penghuni panti tersebut, ada yang berada di
tempat yang dibilang layak, namun ternyata ada juga yang berada ditempat yang
kurang layak. Dan hatiku sangat terenyuh ketika melihat kakek-kakek dan
nenek-nenek yang berada ditempat yang kurang layak. Aku tak kuasa untuk menahan
tangis, namun aku tidak boleh memperlihatkan itu di hadapan rekan-rekan yang lain,
aku keluar sejenak dari ruangan tersebut dan mengusap mataku yang sudah
berkaca-kaca, setelah itu aku kembali bersama rekan-rekan yang lain untuk
menghibur kakek-kakek dan nenek-nenek yang ada disitu yang ternyata sudah
sangat lama tidak dibesuk atau dikunjungi oleh keluarga mereka. Meskipun dengan
hati yang sedih, tapi aku berusaha untuk terus bercanda tawa bersama mereka dan
rekan-rekan yang lain.
Cerita kunjungan/bakti sosial
tak habis disitu, ada lagi cerita bakti sosial ke desa Tanjung Medang Kecamatan
Gelumbang. Sebelum berangkat, dengan penuh semangat rekan-rekan WAKI
mempersiapkan barang-barang yang sudah terkumpul yang akan disumbangkan ke
masyarakat Desa Tanjung Medang. Meski harus menempuh perjalanan sekitar satu jam
dengan jalan yang mulus kemudian agak mulus, dan akhirnya jalan bebatuan, namun
dengan penuh semangat kami tiba disana dan langsung berinteraksi bersama
masyarakat Desa sekaligus membagikan sembako maupun pakaian layak pakai yang
sudah terkumpul dari hasil sumbangan teman-teman WAKI maupun FISIP. Pengalama
dari perjalanan, sambutan masyarakat yang begitu antusias dan hangat, hingga
kesempatan untuk berbagi antar manusia mampu menambah coretan lukisan pelangi
hidupku.
Lukisan pelangi tak hanya
tercipta dari kunjungan dan bakti sosial saja, namun juga pada agenda-agenda
acara WAKI lainnya. Lukisan pelangi pun tercipta ketika berbagi kekompakan,
semangat, dan usaha untuk mengoptimalkan seluruh acara baik itu PHBI maupun
acara yang sifatnya event-event lainnya.
Menjadi Kapten (Mash’ul) WAKI
mengantarkanku menuju sebuah kefahaman tentang arti sebuah tanggung jawab, arti
sebuah amanah dakwah yang tentunya tak akan pernah ku dapatkan jika tidak
berkecimpung langsung ke jalan ini. Dari WAKI ini juga aku mulai mampu menata
kehidupanku yang dulu seolah tanpa arah dan hanya berpatokan kepada
perkataan-perkataan orang tua saja, tanpa memahami terlebih dahulu semua yang
mereka katakan dan ternyata memang benar sesungguhnya yang mereka katakan dan
harapkan selama ini. Aku pun mulai punya targetan-targetan sendiri yang ku
tuliskan semuanya dalam selembar “kertas impian” yang beberapa diantaranya
sudah mulai ku centang atau coreti, salah satunya adalah harapan dan
cita-citaku untuk keliling Indonesia diantaranya Yogyakarta, sebuah kota di
Indonesia yang menjadi ikon Kota Pendidikan Indonesia. Beberapa bulan kemudian
aku mendapat kesempatan untuk kesana dengan tujuan Sarasehan Forum Silaturahmi
Lembaga Dakwah Kampus yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM)
selama 3 hari. Hal yang tentunya sangat luar biasa ku rasakan, karena baru saja
beberapa bulan yang lalu ku impikan, namun aku sudah mampu untuk mewujudkannya,
dan tentunya atas Izin ALLAH SWT. Selama beberapa hari aku merasakan atmosfer
kehidupan di Yogya, membuatku menambah impianku dan targetku di “Kertas
impian”, yaitu melanjutkan Study di sana.
Hampir satu tahun aku melukis
pelangi sebagai Kapten WAKI, tentu tidak semuanya memberi keindahan, tapi juga
bercak-bercak tinta hitam pun terkadang memercik dan mengotori warna-warna
indah sang pelangi, namun tentunya dalam hidup tak hanya cukup dengan
warna-warna cerah, namun terkadang warna gelap pun perlu untuk semakin
memperindah goresan indah sang pelangi, karena tentunya tak akan pernah ada
terang tanpa adanya gelap.
7 April 2012, hari ini ayunan
tanganku terhenti untuk melukis pelangi sang mash’ul, hari ini pukul 17.33 WIB
aku dinyatakan syah didemisioner oleh presidium sidang dengan dua kali ketokan
palu. Tentunya masih banyak lukisan pelangi-pelangi yang jika ku ceritakan
secara rinci, tidak akan cukup terangkum dalam sebuah cerpen. Segala kisah yang
tentunya takkan pernah ku lupakan. Kebersamaan, kekompakan, keegoisan,
keotoriteran, kemarahan, senyuman, semangat, dan canda tawa ini yang menjadi
pelangi di hatiku yang takkan pernah terhapus hanya dengan kegelapan malam,
pelangi yang akan terus memancarkan warnanya di dalam hidupku.
Memang Pelangi Sang Kapten telah terhenti, namun pelangi baru telah menanti untuk di lukis, pelangi
yang tentunya harus lebih indah dari yang sebelumnya, pelangi yang tetap harus
menyinari WAKI meskipun sudah mantan dan terus mewarnai kehidupan-kehidupan
baru yang akan lebih seru dan menantang. Karena ini bukan akhir, tapi kenaikan
tingkat.
Terbersit sebuah lagu di
benakku, lagu kanak-kanak tempo dulu.
Pelangi-pelangi alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau dilangit yang biru
Pelukismu Agung siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan..
Lagu yang sekilas mungkin tak
ada makna yang spesial, namun bila kita resapi tentunya sangat penuh dengan
makna. Pelangi yang penuh warna-warni kehidupan. Pelangi yang diciptakan oleh
Sang Maha Agung, ALLAH SWT untuk memberikan keindahan setelah mendung dan
hujan.
“Robb, izinkan aku untuk terus melukiskan
pelangi-pelangi kehidupan dijalan DakwahMU ini hingga akhir nanti, akhir dimana
aku kelak menemuiMU..”